SMANSAMORE LAKUKAN LAYANAN PTPM DENGAN MENERAPKAN KONSEP MERDEKA BELAJAR

 

Banyuwangi, menaramadinah. Seiring dengan trend menurun serangan Covid-19 di Kabupaten Banyuwangi, serta jumlah siswa yang tervaksi sudah hampir tuntas, manajemen Smansamor menerapkan PTMT (perbelajaran tatap muka terbatas) dengan semangat merdeka belajar.

Menurut penuturan Kasek Rifai, “… sesuai dengan imbauan pemerintah ‘terbatas’ dalam tatap muka itu dimaksudkan untuk tetap memenuhi standar keamaan dalam SOP protokol kesehatan. Jumlah yang dilayani dalam PTMT hanya 40% dari jumlah siswa dalam setiap sesi. Ada dua sesi setiap harinya. Setiap sesi hanya diberi waktu 3 jam belajar kelas (in door)”.

Hasil pantauan awak media, penyelenggaraan PTMT di Smansamore (sebutan keren SMA Negeri Glenmore) telah berjalan baik, sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat.

Kecuali protokol kesehatan diterapkan juga faktor-faktor lain cukup mendukung. UKS dan peralatan kontrol suhu badan, ketersediaan tampat cuci tangan dan hand sanitizer, tersedia di hampir depan kelas, depan kantor, toko koperasi, lab., kanor Osis. Kerjasama juga dilakukan dengan Gugus Covid Desa, Kecamatan.

Masih menurut Kasek yang suka berpikir lateral ini, bahwasanya “selama kegiatan PTMT yang sudah berjalan hampir satu bulan ini berjalan lancar, semuanya baik-baik saja. Kalaulah ada beberapa anak yang dilayani pembelajaran Daring, karena alasan tertentu, hal yang wajar dan itu tidak merupakan pelanggaran.

Pembelajaran tatap muka itu hanya sebuah alternatif saja”, tegasnya. Ini satu di antara yang berbeda dari Kasek asal Genteng itu. Layanan pembelajatan tatap muka (indoor) itu bentuk layanan alternatif, bukan suatu kemutlakan. Khususnya di sekolah umum, mungkin juga di sekolah kejuruan untuk hal tertentu.

Sekali lagi Kasek senior yang sudah mendekatan masa purna bakti itu, bertutur bahwa “era sekarang ini, yang dituntut adalah hak belajar, maka fasilitas belajar itu yang harus dipenuhi baik soft-ware maupun hard-ware.

Belajar bisa dengan cara apa saja, dengan siapa saja dan di mana saja. Hasil belajar yang diukur itu kompetensinya, bukan jumlah tatap mukanya. Bahkan dalam konsep merdeka belajar, jatah kurikulum bisa diselesaikan menurut selera siswa. Siswa yang semangat belajarnya tinggi dan ingin menyesaikan lebih cepat, dilayani.

Lulus SMA cukup dijalani 4 semester saja atau 2 tahun. Begitu pula sebaliknya, karena alasan tertentu bisa saja siswa sengaja menyelesaikan belajarnya lebih 3 tahun”.
MR. Jurnalis Citizen, Menaramadinah.com.