TAMPA KANTONGI IZIN BAKESBANGPOL,DESA/KELURAHAN DI JEMBER BOLEH TOLAK MAHASISWA KKN

 

JEMBER, MenarahMadinah.com– Maraknya, kabar penolakan Mahasiswa yang KKN di Desa/Kelurahan ditolak, karena tidak mengantongi izin dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol ) Jember, dibenarkan oleh Kepala Bagian Kajian Strategis dan Politis Bakesbangpol Jember Ahmad David.

Menurutnya, hal itu karena, mereka (Pemerintah Desa/kelurahan) mentaati peraturan. Disebutkan dalam Peraturan Bupati Jember, Nomor 46 tahun 2014 tentang pedoman penelitian dan Surat Rekomendasi penelitian Kabupaten Jember termasuk juga soal KKN.

“Lebih jelasnya aturan seperti itu, harus melalui rekomendasi Bakesbangpol. Dalam artian, mereka akan melakukan kegiatan secara resmi atau diketahui pemerintah yang boleh mengeluarkan rekomendasi itu Bakesbangpol sebagai instansi yang ditunjuk. jadi kegiatan Mahasiswa berupa KKN itu legal dan dilindungi undang-undang,” jelas David. saat di konfirmasi di ruangannya, Jumat (10/9/2021).

Namun, Alumni Universitas Jember (UNEJ) juga tidak bisa menyalahkan, apabila Desa/Kelurahan yang mengizinkan mahasiswa melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tanpa rekomendasi dari Bakesbangpol, selama kegiatan itu tidak terjadi permasalahan di lapangan.

“ Masalah saat KKN, pemerintah (Bakesbangpol) tidak bisa membantu. Jadi selama tidak ada persoalan di lapangan ya..sah-sah saja. Tapi memang ada desa mengizinkan anak KKN, tanpa rekomendasi dari kita,” terangnya

Lebih lanjut David menerangkan, pada prinsipnya rekomendasi Bakesbangpol Kabupaten itu, bertujuan untuk memudahkan koordinasi antar Desa/Kelurahan dengan perguruan tinggi yang bersangkutan. Sehingga ketika ada persoalan di lapangan dapat segera diselesaikan.

Misalnya,ketika Mahasiswa KKN mau sosialisasi di RT/RW, lalu ditolak, kalau mereka punya rekomendasi dari Bakesbangpol kan enak, Izin lengkap, dan kami bisa membantu Mahasiswa itu” terang David.

Selanjutnya,dalam waktu dekat Bakesbangpol kata Dia, akan melakukan sosialisasi terkait pentingnya rekomendasi, terhadap Perguruan Tinggi dan juga Desa/Kelurahan, karena sebagian dari mereka masih banyak yang belum tau.

“Setiap lima tahun ada pilihan kepala desa dan tentunya tingkat pengetahuannya juga beda-beda, kadang dari kalangan petani yang jadi kepala desa, jadi mereka tidak tahu,” Pungkasnya. (Trisno70)