Damar Malem Sebuah Tradisi Cirebon Yang Unik dan Hampir Punah

Cirebon -menaramadinah.com- Sebuah pengingat malam ganjil dibulan ramadhan, agar masyarakat mempersiapkan diri utk beribadah maksimal di malam ganjil guna mendapat keutamaan lailatul qodar.
Tradisi menyalakan damar malam sejenis obor yang terbuat dari bilahan bambu di lilit kain dan celupan malam (pewarna batik) menjelang ibadah puasa berakhir hingga kini masih dilakukan sebagian masyarakat Cirebon. Banyak pengrajin batik di cirebon. Jadi tidak susah mendapatkan bahan baku malam yang digunakan untuk membuat damar malem.

Tradisi yang biasa disebut malam selikuran itu dilaksanakan setiap malam ganjil pada 10 hari terakhir Ramadan atau menandai ramadhan masuk ke malam 21 dan seterusnya. Namun, saat ini tradisi tersebut sudah hampir punah.

Dulu hampir semua pedagang dipasar menjual damar malem. Tapi sekarang hanya sedikit orang yang menjual damar malem. Bisa jadi damar malem ini sudah tidak ditemukan dibeberapa pasar di wilayah cirebon. Jikapun ada harganya tidak seterjangkau dulu.

Tradisi menyalakan damar malam ini dilakukan sesudah berbuka puasa atau sesaat setelah Maghrib tiba. Damar malam itu akan padam dengan sendirinya saat memasuki waktu salat tarawih.

Kegiatan Malam Selikuran ala warga Cirebon ini juga diselenggarakan dalam rangka menyambut datangnya malam Lailatul Qadar, atau Malam Seribu Bulan, yang diyakini akan hadir pada tanggal-tanggal ganjil di Bulan Suci.

Kegiatan menyalakan damar malam ini menjadi simbol bahwa puasa yang telah dijalani sudah beranjak setelah hari ke-20. Tradisi tersebut akan terus berlangsung hingga selesainya bulan puasa, namun hanya dilakukan pada setiap malam tanggal ganjil saja, malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan malam tanggal 29. Masyarakat biasa menyebutnya dengan istilah Malem (Ganjil) dan Cowong (Genap). isi