Peran Kepala Desa Dalam Tradisi Petik Laut Puger Kulon Tahun 2014-2019

Oleh : Belkis Irbat Duriyah.

Nelayan sangat identik dengan laut karena dari hasil lautlah mereka bekerja, sehingga mereka sangat mengenal laut secara mendalam. Hampir seluruh kegiatan nelayan selalu berhubungan dengan laut sebagai wilayah kerja mereka, hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa nelayan sangat mengenal laut. Dalam masanya hubungan antara nelayan dengan laut terdapat sebuah penghargaan terhadap alam terutama laut yang dituangkan dalam ritual petik laut atau slametan laut.

Puger kulon berada di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, provinsi Jawa Timur. Puger Kulon merupakan desa dengan penduduknya yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan juga melakukan ritual petik laut. Dalam masyarakat desa Puger Kulon yang kebanyakan terdiri dari berberapa suku dan etnik seperti Jawa dan Madura. Mereka tinggal dalam satu wilayah bukan karena diatur oleh pemerintah atau sebagai sebuah kebetulan, akan tetapi atas dasar kepentingan ekonomi. Mereka bertemu dan melakukan komunikasi satu etnik dengan etnik yang lainnya dalam pekerjaan yang sama yakni nelayan.

Secara historis wilayah pesisir selalu menjadi pusat komunikasi antar individu dari berbagai daerah, mulai dari zaman Kerajaan Majapahit, zaman Pendudukan Belanda dan saat ini, wilayah pesisir dan pelabuhan menjadi arena komunikasi ideal bagi mereka yang baru kenal ataupun sudah saling mengenal. Maka wajar jika wilayah pesisir dan pelabuhan dihuni oleh orang dari berbagai suku dan budaya berbeda.

Fokus yang ingin dibahas disini ialah tentang bagaimana peranan masyarakat dan juga kepala desa terhadap tradisi petik laut yang dilakukan oleh masyarakat disana. Permasalahan yang akan digali adalah sejak kapan ritual petik laut dilakukan, apa hal yang melatar belakangi lahirnya keinginan masyarakat disana untuk melakukan ritual petik laut tersebut, apa tujuan dari dilakukannya ritual petik laut tersebut, bagaimana perkembangan ritual petik laut sejak awal dilakukannya sampai saat ini, dampak yang dirasakan masyarakat dari adanya ritual petik laut yang ada, dan bagaimana partisipasi masyarakat Puger Kulon dari awal ritual tersebut dilakukan hingga tahun 2019. Dengan demikian penulis melakukan wawancara dengan kepala desa Puger Kulon mengenai peranan beliau dalam tradisi petik laut Puger Kulon.

 

Topik wawancara : peran kepala desa dalam tradisi petik laut puger Kulon tahun 2014-2019

Narasumber : Nur Hasan (Kepala desa Puger kulon periode 2014-2019)

Pertanyaan – pertanyaan .

T         : Bagaimana asal usul tradisi petik laut?

J          : Untuk asal usul petik laut yang saat ini dilakukan merupakan warisan dari nenek moyang yang mana dari kepala desa kepala desa yang terdahulu memang terus melestarikan budaya petik laut ini, mulai zaman penjajahan Belanda. Petik laut sering di sebut juga sebagai larung sesaji, namun untuk saat ini sudah di rangkum menjadi sedekah desa dan petik laut. Munculnya larung sesaji karena dulu mungkin difokuskan membawa sesajen-sesajen untuk di larungkan ke laut, sekarang sudah kita (pemerintahan pak Nur Hasan) rubah menjadi istilah petik laut. Intinya petik laut diadakan semata-mata untuk keselamatan dan supaya mendapat rizki yang barokah, karena memang di Puger ini laut selatan yang notabennya tingkat kecelakaannya tinggi apa lagi di pintu masuk pelawangan, sehingga untuk meminimalisir angka kecelakaan itu dengan cara memohon kepada Allah SWT dengan cara bermacam-macam ritual secara islam pada saat pemerintahan saya ini, supaya para nelayan yang ke laut itu diberi keselamatan dan banyak rezeki.

T         : Kapan biasannya diadakan petik lau?

J          : Pelaksanaan petik laut di desa Puger Kulon sendiri setiap pertengahan muharam atau bulan suro, karena pada saat itu adalah bulan purnama yang mana pada saat bulan purnama itu air laut tinggi, apabila air laut tinggi berarti gelombangnya tidak bahaya, kenapa kita ambil di purnama kalau purnama air pasang itu tinggi sehingga gelombang berkurang.

T         : Siapa saja tokoh dalam tradisi petik laut?

J          : Yang menjadi tokoh utama dalam petik laut ini adalah kepala desa yang di kawal dengan para tokoh masyarakat dan perangkat desa.

T         : Bagaimana alur tradisi petik laut?

J          : Petik laut sendiri dilakukan selama satu minggu, Untuk jadwal kegiatan acara petik laut bermacam macam, namun pada pemerintahan saya di konsep agak modern dan islami contoh acara petik laut kemarin yang dilakukan diawali dengan kegiatan ekstra yang dimulai dengan fun bike tingkat Jawa Timur, lalu diadakan permainan tradisional grobak sodor, advanture trail yang diikuti oleh tingkat Jawa Timur sebagian ada juga dari Jawa Tengah (Jogja, Semarang,dll). Kegiatan pokoknya diawali dengan hataman Al-Qur’an  dari pagi sampai sore, malam hari dilanjut dengan tahlil akbar, ada juga kesenian lokal yaitu kentongan atau music patrol dari GMG (generasi muda Gedangan) dari karang taruna Gedangan. Besoknya siang hari dilanjut kirab budaya diikuti seluruh sekolahan TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK seluruh desa Puger Kulon kirab mengelilingi Puger Kulon. Di samping ada kirab budaya di situ ada kirab Jolen-Jolen yaitu replika seperti ada gunungan nasi, replika rumah-rumahan, yang didalamnya berisi ikan asin, palawija, dll, Danada pula replika perahu yang mana replika perahu ini besok harinya akan dilarungkan ke laut beserta jolen-jolen juga. Jadi dalam kirab budaya itu semua di karak mulai dari perbatasan desa Puger Kulon dan Grenden sampai  balai desa. Malam harinya dilanjut wayang kulit. Pagi harinya setelah wayang kulit selesai ada ruwatan untuk desa dan laut yang diadakan di balai desa, besoknya dilanjutkan arak-arakan larung menuju laut, Untuk melarungkan sesaji dari dermaga kita naikkan perahu lalu di bawa ke tengah laut bersama dengan perahu-perahu nelayan yang lain, dari tengah laut dilepaskan. Yang melarungkan ke laut adalah kepala desa, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan para nelayan.

T         : Apa yang disiapkan menjelang pelaksanaan tradisi petik laut?

J          : Dibuat semacam panitia khusus untuk mengkoordinir setiap kegiatan yang ada dalam tradisi petik laut

T         : Apa makna yang terdapat dalam tradisi petik laut?

J          : Makna dari petik laut diawal sudah diulai dengan khataman Al-Qur’an dan tahlil akbar jadi semata-mata hanya ingin mendapat ridho dari Allah SWT, supaya yang bekerja di laut diberi keselamatan, kelancaran, dan diberi banyak rezeki

T         : Dari mana sumber dana untuk melaksanakan tradisi petik laut?

J          : Biaya untuk tahun-tahun kemaren dianggarkan dari ABPdes (anggaran belanja pendapatan desa) yang bersumber dari PAD (pendapatan asli desa) yang ada di Pancer, sebagian dari ADD (alokasi dana desa). Jadi peran kepala desa sangat berpengaruh terhadap hal-hal magis yang ada di daerah Puger kulon ini. Disamping melakukan tradisi petik laut kita juga mempromosikan wisata yang terdapat di Puger ini yang mana dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar karena dari datangnya wisatawan lokal otomatis ekonomi masyarakat akan bergerak seperti, kuliner, penginapan, salon, dan lain sebagainya.

T         : Apa ada konsekuensi apabila tidak melaksanakan tradisi petik laut?

J          : Untuk mengkikis kepercayaan masyarakat terhadap unsur magis dalam tradisi petik laut sangat sulit karena sudah menjadi sugesti dalam kepercayaan masyarakat, mungkin tidak ada dampak apabila tradisi petik laut ini tidak dilakukan namun apabila tidak dilaksanakan lalu terjadi semacam rendeng, paceklik ikan, dan sebagainya yang disalahkan pemerintahan setempat, karena kepercayaan itu sudah mengakar turun-temurun, sehingga saya selaku kepala desa tetap melaksanakan namun nuansanya diperbanyak dengan nuansa islam dengan tujuan agar tidak murtad atau tidak syirik.

T         : Apa nilai magis dalam tradisi petik laut?

J          : Unsur magis turun temurun dari nenek moyang dulu sekitar tahun 1965 ada yang namanya Barian, Barian itu semacam roh gaib yang meminta sesajen, jadi di setiap perempatan harus ada sesajen dan harus melakukan adzan serta mengaji di setiap perempatan tersebut, apabila tidak dilakukan konon katanya ada keranda yang turun di atas rumah seseorang, dan pagi harinya orang tersebut akan meninggal dunia, maka dari itu diadakan selametan desa atau petik laut.

T         : Apa ada ritual sebelum menjelang tradisi petik laut?

J          : Tidak ada, karena pada saat saya memerintah, saya mengkonsep dengan diperbanyak unsur islami.

 

Uraian diatas merupakan wawancara dengan Pak Hasan selaku kepala desa Puger Kulon periode 2014-2019.