Kisah Karomah Maulana Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati

Maulana Hasanuddin (1570 M), sultan Banten pertama, adalah seorang waliyullah. Putra ke-3 Sunan Gunung Jati Cirebon ini pertamakali datang ke Banten atas perintah ayahnya untuk menyebarkan agama Islam di bagian barat pulau Jawa.

Dalam naskah Sejarah Sultan Maulana Hasanuddin yang ditulis oleh KH. Abdul Latif Cibeber (1342 H) dijelaskan, Maulana Hasanuddin berangkat di Cirebon seorang diri tanpa pengawalan. Pertama kali beliau singgah di gunung Munara Bogor selama 14 hari. Dari sini, beliau diarahkan melakukan perjalanan ke wilayah barat lagi menuju Pulosari Pandeglang.

Di daerah Pulosari hingga gunung Karang terdapat kerajaan yang dipimpin Prabu Ajardumas, yang lebih terkenal dengan sebutan Pucuk Umun. Sang raja dan rakyatnya merupakan penyembah batu. Maulana Hasanuddin diarahkan ke daerah itu untuk mendakwahkan agama Islam.

Akan tetapi beliau tidak langsung masuk ke Pulosari. Beliau terlebih dulu singgah di Banten Girang di daerah Sungai Dalung Serang, yang merupakan pintu gerbang memasuki wilayah kerajaan-kerajaan koloni Pakuan Pajajaran.

Kedatangan Maulana Hasanuddin di Banten Girang disambut hangat oleh kakak beradik yang menampuk jabatan di situ. Yakni Ki Ajarjong dan Ki Ajarjo. Keduanya bahkan langsung masuk Islam tanpa kendala apapun, lalu mereka dijuluki oleh Maulana Hasanuddin dengan sebutan: Mas Jong (berikut anak-anaknya yang laki-laki dipanggil Ki Mas dan yang perempuan dipanggil Nyi Mas) dan Agus Jo (berikut keturunannya yang laki-laki tua dipanggil Ki Agus, muda dipanggil Entol, perempuan dipanggil Nyi Ayu).

Ki Mas Jong dan Ki Agus Jo merupakan sahabat sekaligus murid setia Maulana Hasanuddin. Mereka bertiga lalu mendatangi Prabu Pucuk Umun di Pulosari untuk memeluk Islam. Tetapi ajakan itu ditolak. Prabu Pucuk Umun justru menantang dan ingin menjajal kesaktian Maulana Hasanuddin di hadapan para ratu Pakuan dan Pajajaran, di daerah Tegal Papak, Waringin Kurung.

Seperti kisah adu sakti Raja Firaun dengan Nabi Musa, Prabu Pucuk Umun mengeluarkan ayam jago besar berbungkus baja dan berjalu besi yang ganas, hasil sihirnya. “Jika kamu bisa mengalahkannya, aku ikut agamamu,” kata Pucuk Umun menantang. Maulana Hasanuddin memohon kepada Allah SWT agar dijadikan seekor burung jalak putih yang mampu mengalahkan dan mempermalukan sihir Prabu Pucuk Umun. Benar adanya, burung jalak milik Maulana Hasanuddin berhasil mencabik-cabik ayam joga Pucuk Umun.

Namun demikian janji Pucuk Umun tidak ditepati. Dirinya beserta priyayi Pakuan dan Pajajaran lainnya kabur. Pucuk Umun ke arah Ujung Kulon, Dewa Ratu ke arah Pulau Panaitan, Prabu Lunggarang ke arah Tanjung Tua, Prabu Linggawastu ke daerah Rajabasa, Prabu Munding ke puncak Gunung Karang.

Para priyayi Pakuan dan Pajajaran tanpa perlawanan meninggalkan kekuasaannya di daerah Banten. Hanya tersisa 786 orang prajurit Pakuan dan Pajajaran yang semuanya tunduk dan memeluk Islam tanpa pertumpahan darah. Mereka dilindungi Maulana Hasanuddin bersama Ki Mas Jong dan Ki Agus Jo untuk menempati perdusunan di wilayah Banten.

Sebagai pemimpin baru di daerah Banten, Maulana Hasanuddin bermaksud mendirikan istana kesultanan. Hanya saja atas saran Gunung Jati, Maulana Hasanuddin diminta menunaikan haji terlebih dulu. Beliau pun berangkat haji, setelah berpamitan terlebih dulu kepada muridnya Ki Mas Jong dan Ki Agus Jo, dengan pesan agar menjaga wilayah Banten.

Di Makkah, Maulana Hasanuddin selain menunaikan ibadah haji juga berbaiat tarikah Syattariyah, yang juga dianut oleh Sunan Gunung Jati. Hanya saja tidak ada kejelasan beliau berguru dengan siapa di Mekkah.

Sekembalinya dari Mekkah, beliau datang kembali di Banten menemui Ki Mas Jong dan Ki Agus Jo. Beliau mengajak muridnya itu berkunjung ke Lampung menemui Ratu Darah Putih untuk mengajak masuk Islam. Ratu Darah Putih pun langsung masuk Islam dengan penuh kesadaran tanpa peperangan.

Setelah berhasil mengajak penguasa Lampung masuk Islam, Maulana Hasanuddin kembali ke Banten Girang. Beliau menginginkan mendirikan kota negara di sebelah Utara Banten Girang. Beliau menunjuk Teluk Banten yang masih berbentuk rawa-rawa dan tambak sebagai basis kekuasaan politiknya.

Pilihan beliau jatuh pada dusun Pancaniti. Maulana Hasanuddin dinobatkan sebagai penguasa pulau Jawa bagian Barat, perwakilan Kesultanan Demak. Beliau disumpah, jumeneng di atas batu Gilang mengikuti tradisi raja-raja Jawa, sebagai sultan Banten pertama pada tahun 1552. Upacara ini dipimpin langsung oleh Sunan Gunung Jati sebagai wakil sultan Demak.

Beliau membangun pusat kekuasaan dengan terlebih dulu mendirikan Masjid Agung Lumbung di Banten Lama (Surosowan). Beliau menjadikan masjid sebagai pusat dakwah sekaligus pusat berkumpulnya sultan dengan rakyatnya. Beliau dibantu Ki Mas Jong dan Ki Mas Jo menata kawasan Surosowan sebagai cikal bakal pusat pemerintahan dan perdagangan.

Maulana Hasanuddin adalah waliyullah sekaligus raja yang arif dan bijaksana, sehingga disebut Panembahan Sabakingking yang berarti pemimpin yang bijaksana dan diterima masyarakat di mana saja. Beliau menundukkan lawan tanpa merendahkan mereka. Beliau menyebarkan Islam tanpa peperangan dan pertumpahan darah. Sekalipun bukan dari Banten asli, melainkan keturunan Jawa, beliau sangat dihormati oleh rakyatnya baik di Jawa Barat maupun Lampung.

Keistimewaan beliau yang lainnya adalah keturunan beliau sekalipun menjadi raja namun rata-rata menjadi ulama. Beliau wafat pada 1570 M. dan dikebumikan di sebelah Utara Masjid Agung Banten Lama. (isn)