DIMUNGKINKAN PANDEMI COVID 19 INI BISA SAMPAI 2 TAHUN, BAGAIMANA DENGAN LAYANAN PENDIDIKAN?

Oleh : Drs. Mochammad Rifai, M.Pd.

Kepala Sekolah Glenmore Banyuwangi.

 

Pengalaman sejarah tentang pandemi yang berpotensi membunuh manusia secara masif tanpa memandang siapa, patut hari ini kita bersikap serius menghadapi ancaman pandemi Covid 19. Mungkin seperti cara Tuhan mengurangi kepadatan penduduk dan sekaligus menberikan tantangan agar manusia berfikir.
Jauh sebelum tahun masehi, ternyata pandemi sudah ada. Kata pandemi berasal dari bahasa Yunani. Pan artinya semua, demo artinya manusia. Penyakit yang disebut pandemi akan mengancam membunuh semua manusia. Antara 430 SM, di kota Athena Yunani kedapatan wabah penyakit semacam virus yang menghabisi sekitar 25% penduduk kota waktu itu. Mengerikan!
Sampai dengan hari ini, pandemi yang mengancam ketenangan penduduk dunia, berlangsung membutuhkan bertahun-tahun lamanya untuk bisa berpisah. Misalnya pendemi Pes, Kolera, Kusta, HIV/Aids butuh berpuluh-puluh tahun. Sejak tahun 1981, penyakit karena serangan Virus, HIV/Aids hingga kini belum berhasil menemukan obatnya. Seluruh dunia yang mati akibat serangan virus HIV/Aids mencapai 35 juta orang. Andaikan model penulurannya penyakit ini bisa lewat sentuhan, udara atau air, tentu wabah ini akan bisa menyapu bersih penduduk dunia.
Bagaimana dengan pandemi Covid 19 ini, apakah juga akan membutuhkan waktu hingga tahunan untuk bisa berpisah dengan manusia? Sangat mungkin. Sudah berjalan 5 bulan, penyebaran Covid 19 ini belum ada tanda-tanda menurun. Obatnya berupa vaksin katanya sudah ditemukan oleh ilmuwan Rusia, namun untuk memenuhi kebutuhan dunia diprediksi memerlukan waktu kisaran 2 tahun. Nah selama tahun menunggu kebagian vaksin, tentu virus asal Wuhan Cina ini akan terus menyebar ke penjuru di mana ada manusia.
Satu-satunya cara menghindari serangan Covid 19, di antaranya tidak beraktivitas di luar rumah dengan seenaknya. Cara ini akan memdawa dampak yang luar biasa terhadap kehidupan manusia, mulai dari ekonomi utamanya, layanan publik, pendidikan dan kegiatan sosial lainnya.
Konsekuensi yang harus ditanggung bersama jikalau akan mengalami kemunduran di semua sektor kehidupan.
Layanan pendidikan sekalipun telah ditopang oleh canggihnya teknologi m, tetap tidak seefektif sekolah reguler model tatap muka guru-murid di kelas. Layanan pendidikan akan mengalami kemunduran capaian kualitas, hampir pasti. Kalau layanan pendidikan mengalami kemunduran, tentu kualitas bangsa dan kehidupan yang lain terjadi efek domino.
Apa pun keselamatan nyawa lebih utama dipikirkan. Negara harus bertanggung jawab atas ketenangan, keamanan, dan keselamatan warga negaranya. Ancaman akan terjadi krisis ekonomi misalnya, ya harus diterima dan dihadapi bersama. Yang tidak boleh terjadi hal yang bisa memicu krisis politik yang bisa membawa kekacauan dahsyat berpotensi menyengsarakan rakyat. Nasib anak-anak korban kekacauan pasti akan memperparah keadaan dan membuat suram masa depan. Mudah-mudahan tidak terjadi.
Keadaan apa pun, pendidikan tidak boleh berhenti. Selagi masih ada guru, pendididkan akan terus berjalan, apa pun bentuk dan rupa model layanannya. Cuma jangan menuntut proses pendidikan yang ideal. Pembelajaran daring yang selama ini menjadi andalan, akan ada masa jenuh. Guru maupun siswa selama ini melaksanakan pembelajaran daring sebuah keterpaksaan dan tuntutan teknologi. Mungkin dibenaknya untuk layanan selama darurat pandemi Covid 19 Ini saja yang tidak membutuhkan waktu lama. Ternyata yang terjadi sudah berjalan berbulan-bulan belum ada tanda-tanda normal. Kehidupan New Normal sudah diumumkan, rencana layanan pembelajaran tatap muka terbatas dijalan sesuai dengan instruksi kementerian, buyar. Tidak ada petunjuk cara efektif menyiasati kondisi ini yang bisa diterima semuanya dari Sabang sampai Merauke. Sampai Pak Menteri Nadiem curhat di media sosial, “… begini salah, begitu salah”. Mumet.
Harus ada kebijakan terbuka kepada penyelenggara pendidikan secara terbatas, cerdas dan kreatif. Masing-masing daerah tentu berbeda kondisi. Makanya aturan berupa larangan, anjuran, dll tidak serta merta berlaku sakelig harus ditaati bersama. Sebuah ujian dan tantangan bersama yang perlu disikapi secara bijaksana dan solutif. Janganlah situasi darurat seperti ini hanya bisa membuat aturan larangan, ancaman sanksi dan sejenisnya. Tetapi justru akan lebih elegan jika memberikan kesempatan siapa pun barangkali ada cara, siasat, strategi yang lebih optimal dan manfaat untuk bisa menemukan cara-cara paling tidak output pendidikan tetap akan mengalami kemunduran tetapi tidak terlalu.
Semoga manfaat.
Mochammad Rifai, Kepala SMA NGlenmore, Banyuwangi.