MENJAGA Ke-NU-AN INDONESIA

Oleh
MOHAMMAD A.R.

Aku boleh ragu
Kalian boleh ragu
Mereka boleh ragu
tapi semua keraguan
tak akan menghapuskan kebenaran
firman Tuhan
( Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari )

Jami’ah “ Nahdlatul Ulama “ demikian nama organisasi keagamaan Islam yang kelahirannya dibidani oleh Kyai – Kyai Pondok Pesantren yang dipandegani oleh K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H. Bisri Syansuri setelah mereka mendapat restu “spriritual” dari Syaikhona Kholil Maha Guru para Kyai di tanah Jawa pada tanggal 31 Januari 1926 yang bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan NU. NU merupakan organisasi keagamaan Islam yang secara khas mengadopsi tata oragnisasi Pondok Pesantren, K.H. Mustofa Bisri ( Gus Mus ) sampai menyatakan bahwa : “ Pondok Pesantren adalah NU kecil dan NU adalah Pondok Pesantren besar “. Organisasi keagamaan Islam ini selanjutnya berkembang secara pesat sehingga menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota mencapai 60 % lebih dari penduduk Indonesia, jumlah anggota yang besar tersebut juga memastikan NU menjadi organisasi keagamaan Islam terbesar di dunia.

Di Indonesia NU sebelum dibentuk sebagai organisasi keagamaan Islam, sebenarnya sudah berwujud pada suatu sistem nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang merupakan peninggalan dari ajaran – ajaran tata nilai yang disampaikan oleh para wali songo pada awal penyebaran agama Islam di Indonesia. Sistem nilai inilah yang selanjutnya diwarisi dan dilanjutkan oleh kyai – kyai melalui masing – masing Pondok Pesantrennya. Sistem nilai ke –NU-an sebagai Islam yang moderat dan toleran ini kemudian diturunkan pada terbentuknya budaya keagamaan .Dan budaya keagamaan inilah yang mengatur manusia Indonesia sejak seseorang lahir sampai meninggal dunia bahkan setelah meninggal dunia. Hal ini nampak dari kehidupan sehari – hari masyarakat Indonesia mulai dari tradisi budaya keagamaan mempedengarkan adzan kepada bayi yang baru lahir sampai pada mentahlili bagi orang yang telah meninggal dunia. Musyawarah merupakan salah satu budaya keagamaan yang senantiasa dilakukan oleh para wali songo didalam memecahkan masalah –masalah keumatan dan berlanjut pada saat pendirian NU sebagai organisasi sehingga di NU lembaga tertingginya disebut “ Syuriah “ yang berasal dari kata “ syawara “ yang berarti musyawarah. Sebagai jami’ah yang senantisa mengamalkan ibadah – ibadah keagamaannya secara berjamaah maka budaya gotong royong merupakan wujud budaya keagamaan yang dilahirkan NU. Serta masih banyak tradisi dan budaya masyarakat yang bersumber dari sistem nilai “ ke-NU-an”. Sistem nilai ke-NU-an telah dianut masyarakat jauh sebelum organisasi NU di lahirkan jadi sistem nilai “Ke-NU-an” telah ada dan menjadi pegangan sebagaian besar masyarakat Islam di Indonesia. Hal ini terjadi karena sistem nilai “ke-NU-an” telah mampu memberikan kemasan dan bungkus keagamaan pada tradisi dan budaya masyarakat Indonesia . sehingga tidak terjadi benturan antara agama dan tradisi budaya yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia sebelum agama Islam masuk ke Indonesia.

Keberadaan sistem nilai ke-NU-an yang senantiasa mengambil jalan tengah yang moderat dan toleran merupakan wujud dari berpegang teguhnya pada ajaran selalu dipakai NU sebagai organisasi keagamaan Islam ini sejak awal didirikannya yang juga merupakan peninggalan ajaran wali songo , yakni “al-muhafadlotu ‘ala qodiim al-sholih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (menjaga sesuatu yang baik di masa lampau dan mengambil yang baru yang lebih baik). Dengan memegang pada ajaran tersebut maka tradisi dan budaya yang hidup dan berkembang ditengah – tengah masyarakat tidaklah harus dimatikan melainkan dikemas dan dibungkus dalam nilai – nilai keagamaan Islam. Gus Dur pernah menyatakan bahwa warga NU bukanlah orang beragama Islam yang ada di Indonesia melainkan orang Indonesia yang beragama Islam sehingga nilai – nilai tradisi budaya Indonesia harus tetap dipegang teguh oleh warga NU dan inilah yang disebut sistem nilai “ ke-NU-an “ yang berarti tetap berislam dan berbudaya tradisi Indonesia atau yang sekarang lebih dikenal dengan “ Islam Nusantara“.

Ketika Ir. Soekarno berpidato dalam persidangan Badan Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) pada tanggal 1 Juni 1945 yang dikenal sebagai pidato “ Lahirnya Pancasila “ , maka untuk pertama kali rancangan rumusan dasar negara dipaparkan oleh Ir. Soekarno dengan diberi nama “ Pancasila “. Dan Ir. Soekarno menolak untuk disebut sebagai penemu Pancasila. Baginya, nilai-nilai yang ada di Pancasila sudah ada dan hidup di bumi dan merupakan tradisi bangsa Indonesia. Sistem nilai Ke-NU-an secara nyata telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi lahirnya Pancasila , karena dari sistem nilai Ke – NU –an merupakan sebagaian besar nilai – nilai yang hidup di bangsa Indonesia yang digali oleh Ir. Soekarno dan bersama – sama dengan berbagai sistem nilai yang lain yang hidup di Indonesia untuk dikristalkan menjadi Pancasila. Sehingga tidaklah mengherankan apabila NU dengan begitu mudahnya mencerna Pancasila sebagai Dasar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia karena Pancasila juga memuat nilai – nilai ke-NU-an. Dan menjelang disahkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia maka Ir. Soekarno selaku Ketua PPKI mengutus K.H. Abdul Wahid Hasyim untuk menghadap K.H. Hasyim Asy’ari yang juga merupakan ayahnya sendiri untuk memohon pendapat tentang Pancasila sebagai dasar negara terutama yang berkaitan dengan sila 1 yang berbunyi : “ Ke Tuhanan Dengan Kewajibam Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk – Pemeluknya “ yang menimbulkan keguncangan antar golongan – golongan yang ada di PPKI.
Akhirnya setelah melalui berbagai riyadhoh serta laku – laku spiritual yang panjang maka K.H. Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa Pancasila sudah betul secara syariah sehingga apa yang tertulis dalam Piagam Jakarta (Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) perlu dihapus karena Ketuhanan Yang Maha Esa adalah prinsip ketauhidan dalam Islam. Akhirnya marilah kita menjaga sistem nilai ke-NU-an yang berarti menjaga Pancasila yang sekaligus berarti menjaga Indonesia