PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA ADALAH KESEPAKATAN FINAL BANGSA INDONESIA

Kritik Kami:
Buat Bu Megawati Soekarno Putri,
Ketua Umum PDIP
Petinggi BPIP
Menyoal Pemerasan istilah Pancasila menjadi TriSila bahkan EkaSila.
By: Eshadi Yudha.

)

Terlepas dari santernya Gelombang Bah Amarah publik atas rancangan undang undang haluan ideologi pancasila ( RUU HIP) ,

Kami mencoba menilisik rasa kebathinan ibu Megawati Soekarno Putri. Bahwa dalam pidato politik yang sempat didokumentasikan serta banyak diunggah medsos, betapa beliau sangat optimis dan bangga nya mengungkapkan lompatan kecerdasan nya atas tafsir anasir Pancasila, yang bisa diperas menjadi hanya tiga sila ( TriSila) bahkan bila diperas lagi cukup menjadi satu sila ( Eka Sila).

Kami tidak membedah isi Trisila dan Eka sila fersebut secara panjang lebar.
Hanya seingat kami dulu di SMP ( sekolah menengah pertama) ketika belajar sejarah dan Pelajaran PMP ( Pendidikan Moral Pancasila) ada ulasan serba singkat dari pak Guru tentang pemikiran istilah perasan PancaSila menjadi TriSila dan EkaSila.
Jika tak salah tangkap memori kami, istilah itu memang terlahir dari buah pemikiran bung Karno saat itu.
Namun peng”istilahan Trisila dan EkaSila itu sebatas wacana konsep pemikiran para penggagas Pancasila, khususnya bung Karno sendiri. Bahkan saat itupun tak mendapat respon dari Tokoh Pemikir yang lain.

Bedanya Apa dengan RUU HIP?
Banyak bedanya, antara Konsep pemikiran TriSila Ekasila saat itu dengan Trisila EkaSila saat ini.

Pertama , beda zaman beda nuansa mungkin beda niat. Bung Karno barangkali punya modal pemikiran dan rasa Kebathinan yang cukup sehingga sanggup menemukan istilah TriSila EkaSila tersebut. Sementara bu Megawati bisa disebut follower dari pemikiran itu, namun belum tentu memiliki bekal ilmu yang cukup tentang ” rasa bathin” sebagai negarawan. Niatpun jauh berbeda, dulu sebatas wacana konsep pemikiran tidak dilegasikan. Kini bu Mega ingin konsep pemikiran itu resmi legal masuk dalam lembaran negara di Undang Undangkan.

Kedua, beda Urgensi beda Relevansi.
Momenya sedang tidak elok. Negara dalam kondisi prihatin, terpuruk ekonomi menumpuk hutang luar negeri, rakyat sedang didera pamdemi covid19 corona, serasa tak ada Urgensinya membahas , mengutak atik PancaSila yang terbukti selama ini baik baik saja sebagai Dasar Negara, Falsafah Bamgsa. Apa relevansinya? Jauh dari kewajaran sebuah alasan untuk merancang Undang Undang.

Ketiga, negeri ini secara Fakta historis berdiri tegak berdasar hasil kesepakatan – kesepakatan para tokoh pendiri bangsa saat itu.
Bahkan jika jujur pada sejarah, PancaSila yang sekarang kita jadikan Dasar Negara ( sesuai yang tertulis dalam Pembukaan UUD’45 alinea 4) adalah hasil kesepakatan yang notabene merupakan kemurahan hati umat islam ( mayoritas 80% saat itu).
Mereka tokoh muslim rela hati menghapus 7 kalimat kunci dalam Sila Pertama dari PancaSila versi Piagam Jakarta.

Kini kesepakatan itu ingin diutak atik lagi, dengan otak dan pemikiran serta niat yang lain (?), maka sangat wajar umat islam bahkan ormas dan partai islam lain marah, bereaksi spontan ” tolak” Konsep TriSila EkaSila dalam RUU HIP itu.
Belum lagi kesadaran bahwa bangsa jni adalah bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Maka kalimat Ketuhanan yang Berkebudayaan menjadi rancu, membingungkan dan mencurigakan. Bangsa ini, khususnya umat berAgama ( Islam) pantas mencurigai aroma rancu disini.

Lalu, mau apa kita?
Bangsa ini perlu pinter dan jujur mengatur dirinya. Jangan gegabah jangan sembrono apalagi brutal mengelola negara menggunakan aji mumpung. Mumpung kuat, mumpung berkuasa. Menelikung sejarah dari dalam dengan tujuan merombak haluan ideologi Pancasila.
Ruu HIP memang kerja politik. Politisi punya hak immunitas dalam soal hukum di negeri ini. Itu benar.
Namun wajib diingat, publik juga punya cara untuk membela nilai nilai yang dianggapnya sebuah keluhuran atau kesakralan.
PancaSila itu penuh nilai luhur. PancaSila itu Sakral. Bahkan Kesaktianya mampu mempersatukan hati, pikiran, perasaan dan cita cita beraneka ragam anak suku bangsa, yang beragam agama, bahasa, warna kulit dan budayanya di Nusantara.

Sebagai sebuah konsep pemikiran ( fafsir anasir) Istilah Trisila Ekasila mungkin saja masih diberi ruang dimuka bumi Indonesia.
Namun merubah PancaSila menjadi TriSila bahkan EkaSila dalam legislasi UU negara, merupakan suatu bencana besar, bahaya.
Ingat PancaSila secara resmi sudah termaktub dalam Pembukaan UUD’45.
Merubah PancaSila berarti merubah Isi Pembukaan UUD’45. sama halnya merubah Pendirian Bangsa Indonesia.

Semoga Bu Mega mau belajar bijak, sebagaimana Bung Karno dulu rela menyepakati konsep PancaSila yang pada akhirnya seperti tertera dalam Pembukaan UUD’45.
PancaSila Dasar Negara.
Semoga Bermanfaat.

EshadiYudha.WordPress.Com
Jurnalis/ Editor Humaniora
Www.MenaraMadinah.Com