Anwar di Mata Mahthir

 

Catatan ringan Akhir Pekan:
T. Taufiqulhadi

Manakala dua maestro politik Malaysia bertarung, yang lebih tua selalu mengalahkan yang lebih muda. Kini ketika usia karir politik keduanya tidak menentu lagi, mereka berusaha untuk rujuk. Tidak ada yang salah, hanya yang kurang: saling percaya di antara mereka telah menipis.

Dr Mahathir, maestro yang lebih tua, mengeluarkan sebuah buku, “Doktor Umum: Memoir Tun Dr Mahathir Mohamad”. Memoir ini terbit pertama kali pada 2012, dan hingga tahun 2018, telah dicetak enam kali. Dalam memoir yang tebalnya hampir 1000 halaman tersebut, ada dua bab, ia berbicara tentang Anwar Ibrahim, maestro lain yang lebih muda.

Sebelum bergabung dengan UMNO, sebuah partai politik utama kaum Melayu Malaysia, Anwar Ibrahim merupakan ketua Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), sebuah orgnisasi Islam Pemuda Malaysia yang berada di bawah naungan PAS, sebuah partai Islam di negeri itu yang dulu selalu menentang UMNO. Jadi Anwar ini semasa muda dulu adalah anggota PAS.

Pada 1981, tidak lama setelah ia menjadi perdana menteri, tiba-tiba Anwar muncul di kantornya dan menyatakan ia siap melepaskan ABIM dan bergabung dengan UMNO. Jadi, tidak benar jika ada anggapan, UMNO yang berinisiatif mengundang Anwar untuk bergabung dengan UMNO. “UMNO sudah lama menjadi partai besar dan berjaya, jadi tidak perlu berusah-payah mencari anggota,” ungkapnya.

Tapi betapapun bergabungnya Anwar ke UMNO, menurut Mahathir, adalah hal positif bagi UMNO. Anwar itu pintar dan pengikutinya juga banyak. Saat itu itu, Anwar juga telah memperlihatakan kepintarannya. Misalnya, ia berhasil meyakinkan ABIM dan beralihnya ke UMNO tanpa perlu memutuskan hubungannya dengan organisasi pemuda yang cukup berpengaruh tersebut. Dengan demikian, tentu saja ia senang-senang saja Anwar bergabung ke partai yang ia pimpin tersebut.

Lebih-lebih, ia kenal baik dengan Ibrahim Abdul Rahman, ayah Anwar. Ayah Anwar ini anggota UMNO dan Ibrahim dan Mahathir pernah bersama-sama menjadi anggota parlemen dari tahun 1964 hingga 1969. Ketika Mahathir berbeda pendapat dengan pemimpin UMNO saat itu, Tunku Abdurrahman, ayah Anwar ini justru menjadi pembela Mahathir paling gigih. Jadi, dalam hatinya, Anwar ini UMNO juga.

Mahathir meyakini, kehadiran Anwar Ibrahim dalam UMNO akan memperbaiki posisi UMNO di mata para cendekiawan. Ini disebabkan, Anwar sangat luas bacaannya. Dalam pidato dan diskusi-diskusi, Anwar dengan ngampang mengutip pemikiran-pemikiran para filosof dari Sun Tzu hingga Malik Bennabi, dengan Bahasa Melayu yang sangat dikagumi Mahathir. Memang Anwar menguasai Melayu secara sangat cemerlang.

Dengan demikian, Mahathir mengabaikan pandangan yang berkeberatan dengan kehadiran Anwar di UMNO. Mahathir menyebut sejumlah orang merasa terancam dengan kehadiran Anwar ini, dan ketika Anwar bergabung ke UMNO, mereka ini mempersoalkan kembali kegiatan antipemerintah Anwar semasa di ABIM. Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah Ahmad Badawi, PM Malaysia setelah Mahathir. Anggotanya di antara lain adalah Abdul Aziz Shamsuddin, yang pernah menjadi sekretaris politik Mahathir dan kemudian menjadi Menteri.

Aziz ini memegang pos kalau di Indonesia menteri percepatan pembangunan pedesaan, yang dulu sempat dipegang oleh Sanusi Juned, politisi Malaysia yang sangat pasih berbahasa Aceh. Aziz terhenti jadi anggota parlemen karena kursinya direbut politisi PAS pada 2008. Salah seorang anggota UMNO lain, tapi bukan merupakan bagian klik Abadullah, Dr Wan Ismail Wan Mahmud, yang tidak disangka-sangka juga menentang Anwar bergabung ke UMNO. Dokter saraf ini adalah mertua Anwar sendiri. “Ketika saya tahu, beliau menentang Anwar mengawini anaknya, Dr Wan Azizah, saya membujuk beliau untuk melunak,” ungkap Mahathir.

Dapatlah dikatakan, ungkap Mahathir, di antara sejumlah pandangan yang tidak menyukai Anwar, seperti kelompok Abdullah yang mengatakan sikap baik Anwar itu hanya pura-pura saja, PM yang di kalangan pers asing disebut Dr M ini, selalu membela Anwar dalam batas-batas yang wajar. Hanya Mahathir mulai memiliki pandangan cadangan kepada Anwar Ibrahim setelah pembentukan kabinet 1982. Anwar datang khusus menemui Mahathir dan menyampaikan ketidakpuasannya karena Mahathir mendudukkan Anwar hanya sebagai wakil menteri.

Maka PM itupun dengan serta-merta mengutbahi Anwar agak sedikit keras, dengan mengatakan belum ada dalam sejarah Malaysia para pengritik pemerintah tiba-tiba diangkat menjadi menteri penuh dalam waktu singkat. Jika Anwar diangkat segera menjadi menteri penuh, banyak anggota UMNO yang tersinggung karena Anwar baru saja bergabung dengan UMNO. Dengan demikian, sikap Anwar yang “merengut” adalah tidak wajar dan beum pernah terjadi sebelumnya. Saat itu, ungkap Mahathir, ia mulai mencatat, “cita-cita Anwar sangat tinggi dan ia tidak senang jika ambisinya dipatahkan di tengah jalan.”

Cita-cita yang tinggi ini, disebut Mahathir, “sikap tergesa”. Sikap tergesa Anwar dapat dilihat lagi ketika berlangsung kongres UMNO pada 1982, yang tiba-tiba memutuskan untuk merebut kursi ketua organisasi sayap pemuda UMNO, Gerakan Belia 4B Malaysia, dari tangan Suhaimi Kamaruddin. Hanya saja, Mahathir kelihatan tidak keberatan dengan langkah Anwar tersebut karena Suhaimi memiliki perangai politik jelek, yaitu suka berlama-lama menjadi pemimpin sebuah organisasi. Jika masa periode sudah habis, Suhaimi akan merekayasa perubahan peraturan organisasi agar ia bisa terus menjadi pemimpinnya. Secara gemilang, Anwar menang, dan Suhaimi tersingkir. Tapi sejak saat itu, Suhaimi menjadi musuh politik Mahathir. Ia menjadi pendukung kuat Tengku Razaleigh Hamzah dalam pertarungan perebutan kursi ketua umum UMNO dalam kongres pada 1987.

Sikap tergesa Anwar ini dilukiskan Mahathir ketika keduanya naik kuda. Mahathir adalah penunggang kuda yang berpengalaman, sementara Anwar tidak pernah berhubungan dengan binatang tersebut sebelumnya. Suatu ketika, Anwar diajak jalan-jalan naik kuda. Tapi Anwar yang tidak berpengalaman tapi tergesa-gesa itu, memacu kuda dengan tidak sabaran. Anwar kehilangan kendali dan ia jatuh dari kuda. Mahathir mengatakan, akibat terjatuh dari kuda itu, lehernya nyaris patah. Tak disangka, tetap versi Mahathir, ketika ia ditangkap karena tuduhan sodomi, Anwar mengungkapkan kepada publik, dalam pemeriksaan, polisi memukulnya hingga lehernya patah.

Setelah megalahkan Suhaimi, Anwar menjadi naib presiden UMNO. Tapi itu satu dari beberapa naib presiden yang tidak diperebutkan, yang hanya ditetapkan berdasarkan portofolio. Sementara naib presiden yang diperebutkan jauh lebih prestisius dan berpengaruh. Dalam tradisi politik Malaysia, Ketua Umum atau istilah Malaysia, presiden UMNO adalah tokoh nomor satu yang secara otomatis menjadi PM. Karena UMNO adalah partai terbesar, maka presiden UMNO segera menjadi PM Malaysia. Setelah presiden, maka jabatan kedua yang sangat berpengaruh adalah timbalan presiden, yang secara otomatis menjadi wakil perdana menteri. Jabatan ketiga dalam partai yang sangat berpengaruh adalah naib presiden yang diperebutkan tersebut karena naib presiden ini selangkah lagi menuju posisi kursi timbalan presiden. Jadi jangan heran jika naib ini jadi banyak incaran kader-kader terbaik UMNO.

Ada tiga naib yang diperebutkan, dan salah satunya dipegang oleh Megat Junet Megat Ayub, yang dalam kabinet duduk sebagai wakil menteri dalam negeri. Menteri dalam negeri sendiri dirangkap oleh Mahathir. Anwar, yang sudah menjadi naib karena protofoli, tidak puas. Maka ia memutuskan untuk menantang Megat Junet. Hasilnya, Megat Junet kalah.

Keputusan Anwar untuk mengambil posisi naib, dan Megat Junet kalah, ditafsirkan oleh semua orang bahwa Anwar ini memang benar-benar protégé Mahathir, dan dialah yang akan menggantikannya kelak. Tapi Mahathir mengaku, ia tidak pernah berbicara dengan Anwar soal naib tersebut, dan tidak pernah mendukung Anwar. Tapi persoalannya, dilihat dari peraturan partai, langkah Anwar itu tidak ada salah. Hanya ia menyampaikan kepada Megat Junet, tindakan Anwar itu tidak patut.

Tapi yang benar-benar membuat Mahathir kelimpungan ketika pada tahun 1993, Anwar memutuskan maju bertarung memperebutkan kursi timbalan presiden UMNO dari tangan Ghafar Baba. Ghafar Baba sendiri adalah loyalis Mahathir yang terpercaya. Maka ketika Anwar menemuinya, Mahathir meminta agar ia tidak menantang Ghafar karena Ghafar adalah orangnya. Untuk sementara, Anwar mendengar pendapat Mahathir. Hanya pada suatu kesempatan, Mahathir mengritik beberapa pemimpin UMNO di Trengganu yang terlalu lama memegang jabatannya dan tidak memberi kesempatan kepada generasi muda.

Kritik Mahathir terhadap pemimpin UMNO Trengganu tersebut ditafsirkan oleh Anwar agar ia maju untuk menantang Ghafar yang sudah tua dan sudah cukup lama berkuasa. Karena Anwar menganggap tantangan terhadap Ghafar ini selaras dengan pandangan Mahathir, ia tidak meminta ijin Mahathir ketika memulai kampanyenya. Hanya yang mengagetkan Mahathir, entah bagaimana caranya Anwar melakukannya, dua pertiga anggota UMNO semua setuju kepadanya. Ghafar Baba yang menyadari ia telah kehilangan dukungan, memutuskan untuk mengundurkan diri dan Anwar pun melenggang mulus tanpa perlawanan. Karena telah sah menduduki posisi timbalan presiden di UMNO, Mahathir pun melantiknya menjadi wakil perdana menteri.

Pada posisinya sebagai wakil perdana menteri, Mahathir merasakan tekanan dari Anwar yang berusaha memamaksanya untuk mundur. Hubungan keduanya, menurut Mahathir, terus-menerus tegang. Lantas apa yang dilakukan Mahathir menghadapi tekanan Anwar tersebut? Mahathir menerapkan “taktik membisu”. Mahathir bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa, dan ia terus bekerja. Hasilnya, Anwar tidak pernah menjadi perdana menteri.

“Taktik Membisu” ini, kembali dilakukan Mahathir terhadap Anwar ketika keduanya berada dalam koalisi Pakatan Rakyat (PH), setelah keduanya mundur dari UMNO dan keduanya membentuk partai masing-masing. Mahathir membentuk Partai Pribumi Malaysia Bersatu (Partai Bersatu), dan Anwar Ibrahim membentuk Partai Keadilan Rakyat (PKR). Pada pemilu 2018 lalu, mereka sepakat membentuk koalisi dan koalisi mereka yang disebut Pakatan Harapan (PH) menang, tapi PKR lebih besar perolehan kursi di palemen. Seharusnya Anwar jadi PM dalam koalisi itu, tapi karena masih tersangkut hukum, untuk sementara Wan Azizah, istri Anwar jadi wakil PM, dan Mahathir diangkat jadi PM. Setelah Anwar lepas dari urusan hukum dan bertarung mendapatkan kursi di sebuah distrik pemilihan, Anwar akan jadi PM. Itulah perjanjian.

Tapi setelah Anwar jadi anggota parlemen, betapapun gigih upaya Anwar menuntut janji agar kursi PM diserahkan kepadanya, Mahathir hanya tersenyum dan mengangkat bahu. Rupanya ia kembali menerapkan “taktik membisu”-nya yang ampuh itu. Tapi kali ini, tersenyum dan mengangakat bahu, tersenyum dan mengangkat bahu, berakhir dengan sangat menyakitkan: koalisi PH bubar, Mahathir dan Anwar keduanya kalah.

Pejaten Barat, 22 Juni 2020.