Mencari Rumput adalah Syarat Sebagai Santri

 

Kiai Imam Mustajab menanamkan pendidikan karkater kepada santri-santrinya. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu yang diajarkan adalah bagaimana belajar rendah hati meski punya ilmu dan kedudukan.

Ada metode menarik yang diajarkan Kiai Imam Mustajab di Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongsari di Desa Tegaron, Kecamatan Prambon. Di hari pertama mondok, Kiai Mustajab melarang santrinya belajar di ruangan kelas atau musala. “Belum boleh belajar ngaji dulu,” kata Kiai Ahmad Muntaha, cucu dari Kiai Mustajab.

Apa yang dilakukan para santri baru? Rupanya, sebelum belajar ngaji, Kiai Mustajab meminta santrinya ngarit (mencari rumput). Setelah itu, santri juga bertugas memberikan makan ke hewan ternak yang dimiliki ponpes. Kebetulan, Kiai Mustajab memiliki banyak hewan ternak. “Ada kambing dan kelinci dulu,” kenangnya.

Metode itu diterapkan di ponpes bukan tanpa alasan. Menurut Muntaha, ilmu itu ibarat sebuah air. Dia akan mencari tempat yang rendah. Sementara jika tempatnya tinggi, air tidak bisa masuk ke dalamnya. “Itu filosofinya,” terang pengasuh Ponpes Gedongsari ini.

Dengan ngarit, kata Muntaha, Kiai Mustajab ingin mengajarkan santrinya rendah hati. Sebab, apa yang dibanggakan dengan menjadi pengembala kambing. Dengan kerendahan hati itu, diharapkan santri lebih mudah menyerap ilmu. Terbukti, cara tersebut memang efektif untuk menanamkan karakter rendah hati kepada para santri. Dengan begitu, setelah lulus dari ponpes, mereka tidak sombong meskipun punya ilmu tinggi dan kedudukan.

Muntaha mengakui, metode ngarit untuk santri baru memang tidak lagi diterapkan di ponpes. Namun, nilai filosifisnya tetap ditanamkan kepada santri. Yakni, menjadi orang rendah hati sebelum menimba ilmu di ponpes.”Nilai filosofisnya yang kami ambil,” katanya.

Seperti ponpes salaf lainnya, Kiai Mustajab menggunakan metode sorogan saat mengajar santrinya. Sampai sekarang metode itu masih diterapkan. Meski demikian, sebagian santri juga menimba ilmu di sekolah formal. “Ngajinya tetap, sekolah formal juga ada,” pungkasnya.

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com.