Menanggapi Pidato Prabowo di May Day 2019

 

Pidato kebangsaan Prabowo Subianto pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2019 sore kemarin, memantik keramaian di media massa, baik cetak maupun online. Pak Prabowo menyebut masyarakat bukan kambing yang dapat dibodoh-bodohi dan menuding media sebagai perusak demokrasi.

“Akan tercatat dalam sejarah hai media-media kau merusak demokrasi di Indonesia. Para media hati-hati kami mencatat kelakuanmu satu per satu. Kami bukan kambing yang bisa kau atur-atur. Hati-hati kau ya. Suara rakyat suara Tuhan,” begitulah kurang lebih yang diungkapkan Prabowo Subianto dihadapan para buruh.

Pidato itu secara eksplisit menyinggung dugaan kecurangan Pemilu, yang dari sejak usainya pencoblosan hingga kini, masih digembor-gemborkan oleh pihak 02. Skema opini yang dihembuskan adalah KPU curang dan media mendukung kecurangan itu dengan memuat hasil quick count lembaga survei yang juga mereka anggap menghasilkan kebohongan.

Meskipun kita semua tahu, hingga sekarang tidak ada data dan bukti konkrit untuk menyatakan kecurangan, kebohongan quick count dan ketidakberimbangan media dalam menginformasikan sebuah peristiwa yang memilki nilai berita. Pihak 02 hanya bermain-main pada tingkat opini publik, tujuannya satu menjaga soliditas pendukung dan kegaduhan hingga pengumunan KPU nanti.

Media dikatakan sebagai perusak demokrasi bisa jadi tidak salah, asalkan memenuhi syarat-syarat, seperti tidak patuh pada 10 elemen jurnalisme, niai-nilai media dan peraturan-peraturan jurnalistik lainnya. Tapi apakah kini media di negeri ini seperti itu? Tentu saja tidak. Sebaliknya media adalah pengawal jalannya demokrasi dan penyambung lidah rakyat. Mereka masih sehat, masih tahu mana peristiwa yang mengandung nilai berita yang perlu dipublikasina dan mana opini yang hanya akan berimplikasi pada kegaduhan dan stabilitas harmoni masyarakat.

Dulu di pondok pesantren Lirboyo saya pernah mengurus Majalah Misykat (Media Informasi Santri dan Masyarakat). Dalam skala kerja jurnalistik yang kecil itu, saya merasakan betapa kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi yang benar, bukan lagi sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan yang harus senantiasa dilestarikan. Hingga kini saya masih sering menulis di media-media mainstream dan mengonsumsi berita-berita untuk menambah khazanah pengetahuan. Jadi sebuah hal yang lucu jika media dianggap perusak demokrasi, kecuali untuk menguatkan opini bahwa tiada yang benar kecuali pihaknya.

Lalu apakah masyarakat memang seperti kambing-kambing yang mudah dibohongi? Tentu saja kalimat itu sangat berlebihan dan merendahkan masyarakat Indonesia. Masyarakat kita sudah cerdas, dapat menganalisa dan membedakan mana berita yang benar dan dari media mana berita itu dibuat.

Media punya aturan dan media menjamin “hak jawab” bagi siapapun yang merasa dirugikan oleh pemberitaan. Jadi kalau Pak Prabowo merasa dirugikan atas berita-berita yang dipublikasikan media, seharusnya Pak Prabowo menggunakan hak jawabnya. Bukan malah mendeligitimasi media dan menggembor-gemborkan hal itu kepada publik luas tanpa dasar analisa yang komprehensif.

Yang perlu diketahui Pak Prabowo adalah, media adalah pilar penting demokrasu. Media bukanlah kambing-kambing yang dapat diatur dan dibatasi, kecuali Pak Prabowo bercita-cita membangkitkan Orde Baru (Orba) agar pers dapat dikekang dan diatur sebagaimana keinginan elit politik. Sehingga benarlah ‘daripada’ demikian media berjasa besar dalam perusakan demokrasi.

*Muchamad Nabil Haroen*
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa