Sejarah Paguyuban Warga Hardo Pusoro

 

Kata hardo berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti gerak yang liar, daya yang tak teratur, atau gejolak, juga bisa berarti merajalela; sedangkan pusoro berarti mengikat atau mengendalikan.
Maka, nama Hardo Pusoro dimaknai sebagai upaya pengendalian gerak/gejolak, yang secara spesifik berarti pengendalian hawa-nafsu.
Penetapan nama Hardo Pusoro untuk ajaran kawruh kasunyatan ini kemungkinan dilakukan di ndalem Notoprajan, Yogyakarta, tahun 1910, bersamaan dengan awal pembentukan Paguyuban Warga Hardo Pusoro. Penetapan nama dilakukan secara musyawarah-mufakat, memilih dari beberapa usulan nama, sampai akhirnya tinggal ada dua pilihan nama, yaitu usulan nama dari Ki Hery Purnomo (Ki Prawiro Mijoyo) dan KGPH Notoprojo. Yang terpilih akhirnya adalah nama usulan dari GPH Notoprojo, yaitu Hardo Pusoro.

LAMBANG HARDO PUSORO

Lambang Hardo Pusoro diciptakan oleh Ki Hery Purnomo (Ki Prawiro Mijoyo) dan disyahkan tanggal 18 April 1920 di Malang, dan sebelum Srawung Agung th. 1959 lambang tersebut sudah digunakan.
Bentuk lambang Hardo Pusoro intinya adalah suatu bentuk sepasang sayap burung yang mengapit bentuk stilasi dari 3 (tiga) huruf Jawa yang saling berkait, yaitu huruf A-U-M. Di atasnya terdapat bintang segi lima yang memancarkan sinar.

Makna lambang tersebut adalah:

Bintang segi lima yang bersinar : melambangkan Poncodriyo-Pramono; tapi juga bisa bermakna cahaya gaib dari Tuhan Yang Maha Esa, atau pepadang yang menyinari para panggilut kawruh Hardo Pusoro.

Sayap burung atau lar : melambangkan bahwa kawruh kasunyatan Hardo Pusoro ini adalah asli peninggalan dari Ki R.Somacitra (Ki Kusumo Wicitro) yang berasal dari Desa Kemanukan. Selain itu, sayap burung atau lar juga melambangkan sukma manusia. Dalam ajaran Hardo Pusoro dijelaskan, bahwa sukma itu nantinya berfungsi seperti burung yang harus mampu menerbangkan penumpangnya. Bulu sayap burung berjumlah sepuluh, melambangkan AKU-nya manusia, yaitu sedulur sepuluh.

Huruf Jawa “A U M” : Kata A-U-M bisa berarti “AKU MANUSA URIP”. Selain itu kata AUM merupakan kata atau mantera sakral sebagai sebutan atau seruan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kata AUM (OM) juga untuk mendefinisikan bahwa Tuhan bukanlah seperti sesuatu, hakekat-Nya tak terjangkau oleh pikiran dan tidak mirip dengan apapun / tan keno kinoyo ngopo (Nirguna Brahman). AUM (OM) adalah sebutan tertua kepada Tuhan dalam tradisi spiritual India/hindustan. Mantera AUM (OM) sebagai seruan suci kepada Tuhan mengandung tiga aspek ke-Maha Kuasa-an Tuhan, yakni mencipta – memelihara – dan mengakhiri segala ciptaanNya di alam ini. Mantera AUM tersebut terdiri dari tiga fonem, [a], [u] dan [m], melambangkan tiga jenjang kehidupan (kelahiran, kehidupan dan kematian).

Nama dan Lambang Hardo Pusoro digunakan secara bersama-sama oleh Paguyuban Warga Hardo Pusoro dan Yayasan Paguyuban Warga Hardo Pusoro.

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com.