SATU INDONESIA: MAHASISWA PAPUA DI JAWA & PROBLEMATIKANYA

Penulis: Gomel Yigibalom, anggota EK LMND Jember & ketua Perhimpunan Mahasiswa Papua (PERMAPA) di Jember.
Saat ini banyak mahasiswa dari Papua memilih untuk melanjutkan kuliah di unversitas yang ada di Pulau Jawa karena adanya anggapan bahwa universitas di Jawa berkualitas dalam teknologi maupun fasilitas pendidikannya. Ketika pulang nanti, diharapkan mahasiswa ini bisa memajukan daerah asalnya di Papua. Namun, kendala yang dihadapi mahasiswa dari Papua adalah lingkungan masyarakat sekitar yang sering memberikan stigma kalau mereka suka minum minuman keras. Padahal tidak semua mahasiswa Papua seperti yang dibicarakan oleh sebagian orang itu. Sebab, kami mahasiswa Papua sendiri tidak semua yang suka miras tetapi kami dianggap seperti itu oleh masyarakat sekitar. Kami mendapatkan kontrakan pun juga sangat sulit karena di masyarakat sudah termakan stigma kalau anak-anak Papua itu suka rese’.
Selain itu, kesulitan yang sering dialami mahasiswa Papua saat pertama kali tinggal di Pulau Jawa adalah perbedaan bahasa. Dalam beradaptasi di lingkungan baru tidak hanya membutuhkan kemampuan bahasa verbal. Bahasa nonverbal yang terdapat pada lingkungan baru juga sangat penting. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan makna pada komunikasi non-verbal di setiap budaya. Sehingga jika pendatang tidak mempelajari isyarat-isyarat kemungkinan akan terjadi kesalahpahaman. Dalam konteks antar daerah yang berbeda membuat kendala yang dihadapi oleh setiap mahasiswa Papua. Namun, itu tidak menurunkan motivasi kuat mereka untuk menempuh studi di Pulau Jawa. Memang, salah satu kekurangan pendatang adalah tidak selalu memiliki mobilitas sehingga mereka gagal untuk menikmati pengalaman mereka sebagai pendatang. Selain itu, kemauan mereka untuk belajar berinteraksi dengan masyarakat lokal akan mengurangi stres akulturasi mereka.
Apabila individu dapat mengatasi stress akulturasi, maka individu tersebut akan dapat menyesuaikan diri dengan baik yang pada gilirannnya akan mendatangkan kesejahteraan psikologis (well being) hingga memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang optimal bagi para mahasiswa dari luar pulau Jawa. Scheneiders, seorang pakar, menyatakan bahwa penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya emosi yang berlebihan sehingga membuat individu mampu menanggapi berbagai situasi atau masalah dengan emosi yang tenang dan terkontrol. Selain itu, proses penyesuaian diri yang normal ditandai juga dengan sejumlah pertumbuhan atau perkembangan yang berhubungan dengan cara menyelesaikan situasi-situasi yang penuh konflik, frustasi dan ketegangan. Ketika orang menghadapi permasalahan dalam penyesuaian diri, maka ia akan berupaya untuk mengatasinya.
Cara-cara untuk menghilangkan stresor yang dihadapi, yaitu menghindari masalah yang dihadapinya dengan mengevaluasi kembali masalah yang dihadapinya. Perlu pola pikir yang positif mengatur perasaan dan tindakannya serta mengambil langkah aktif untuk mengatasi. Mahasiswa yang berasal dari Papua berpeluang menghadapi persoalan psikologis terkait problem adaptasi dengan masyarakat lokal tempat mereka belajar karena mereka memiliki perbedaan secara fisik, bahasa, dan kebiasaan budaya dengan mayoritas mahasiswa Jawa pada khususnya dan masyarakat Jawa di Universitas Jember pada umumnya. Tekanan yang diakibatkan oleh permasalahan dalam interaksi dengan mahasiswa dan masyarakat lokal membuat mahasiswa Papua cenderung mendekat pada kelompok mahasiswa sesama Papua untuk mendapatkan dukungan sosial dan emosional. Hal ini tampak seperti yang dituturkan kawan Paulus:
“Kadang kita kalau mau bergabung sama masyarakat Jawa disini terkadang kita minder terus kurang percaya diri, merasa tidak cocok merasa berbeda dengan mereka sehingga kita lebih memilih bergaul dengan anak-anak Papua yang menurut pandangan kita lebih mengerti tentang situasi yang kita miliki. Mereka bicara kan pakai bahasa Jawa, biasa aku tegur mereka, kalau mau omong atau mau bicara dengan saya jangan pakai bahasa Jawa soalnya saya tidak mengerti jadi pakai Bahasa Indonesia yang baku aja. Kebanyakan teman-teman Jawa yang menggunakan bahasa Jawa kadang tidak bisa mengontrol bahasa Jawa tersebut karena mahasiswa dari Papua tahu-nya Bahasa Indonesia bukan bahasa Jawa. Namun, kami tidak bisa memungkiri kalau di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung kami tetap menghormati mereka sebagai saudara-sebangsa.”
Mahasiswa Papua dengan bahasa dan budaya yang melekat pada diri mereka memang memberikan kontras yang cukup jelas dengan saudara-saudara, mahasiswa asal Pulau Jawa. Kendala bahasa dan budaya yang cukup berbeda tersebut jelas mempengaruhi pola interaksi mereka satu sama lain. Ada kalanya mahasiswa Papua merasa kurang mendapatkan perlakuan yang hangat dari saudara sebangsa mereka, sesama mahasiswa. Hal itu terjadi, sebab, pendekatan yang terjadi antara dua kelompok budaya tidak dibangun dengan saling memahami dengan orientasi harmonisasi sesuai nilai-nilai Pancasila. Bahkan, dalam beberapa kasus, mahasiswa Papua kerap mendapat perlakuan buruk dari mahasiswa non Papua. Perkataan yang menurut mahasiswa non Papua itu mungkin biasa, seperti “Sumber air su dekat”, “Halo, kaka kemana saja?”, “Beta, beta”, sebetulnya tidak nyaman didengar oleh telinga mahasiswa Papua selaku saudara sebangsa sendiri. Sebab, tendensi dari ucapan semacam itu dibalut dengan nada melecehkan.
Namun, itu semua bisa diatasi kalau kita bisa berbaur dengan teman-teman Jawa. Ketika kita berbaur dengan teman-teman Jawa atau non-Papua, komunikasi kita dengan mereka baik maka tidak akan terjadi miskomunikasi di antara teman-teman Papua. Teman-teman Papua nantinya dengan teman-teman non-Papua bisa mengatasi kendala-kendala, baik perbedaan budaya maupun bahasa. Perbedaan itu adalah satu wujud ke-Indonesiaan yang harus dijaga dan diwadahi oleh dasar negara yaitu Pancasila. Dengan membangun komunikasi dan pemahaman budaya antar suku-bangsa dengan baik, maka harmonisasi kehidupan bernegara di dalam rumah Pancasila dapat tercipta. Etnis, suku, agama, ideologi, bahkan orientasi politik yang berbeda telah diberikan keleluasaan untuk berkembang dalam wadah dasar negara Pancasila. Itulah mengapa, satu Indonesia adalah buat kita semua! Terlepas dari saya adalah Papua, kamu adalah Jawa, dia adalah Madura, dan lain-lain saudara kita lagi, negeri ini haruslah menjadi lambang peradaban dimana manusia bisa memanusiakan sesama manusia, dan menghormati alam.
Lebih daripada itu, dalam sisi personal setiap mahasiswa Papua tentu sangat menginginkan hubungan pertemanan yang erat dengan mahasiswa non-Papua. Syukurlah, kami mahasiswa Papua bertekad untuk menyalurkan bakat kami dalam kelompok atau organisasi yang mengembangkan minat dan bakat yang kami miliki. Dengan begitu, kami berharap juga dapat membentuk jaringan sosial yang jiga merekatkan saudara sebangsa kami dari mahasiswa non-Papua untuk dapat berinteraksi lebih dekat dengan kami. Dengan begitu, kami juga dapat memanfaatkan hal positif dari jaringan sosial yang ada. Kepada saudara-saudara kami, mahasiswa non-Papua, dari kalian kami pun tentu memerlukan saran, masukan, nasihat, informasi, diskusi yang membangkitkan rasa ingin tahu kami akan ilmu, serta sugesti dan motivasi untuk terus bergerak maju dan bersinergi bersama kalian dalam kedudukan yang setara.
Agenda kami, mahasiswa Papua adalah membangun Papua kami menjadi makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Kami juga berharap dan terus berusaha untuk menghapus stigma atau cap buruk yang sudah lama dilekatkan kepada kami. Hal yang perlu kawan-kawan ketahui, kami adalah saudara kalian, dan kalian adalah saudara kami. Kami bersedia dan terus sedia untuk memberikan dukungan sosial bagi masyarakat sekitar kami tinggal ketika menempuh studi di Jawa ini. Sebab, itu merupakan tugas kami juga sebagai mahasiswa yang bertanggung jawab. Selain itu, dukungan sosial dari masyarakat sekitar terhadap kami juga tak henti-hentinya kami harapkan. Karena dengan hal itu, kita punya negara, yakni negara Indonesia yang berasaskan Pancasila dapat tumbuh menjadi negeri adil-makmur karena setiap orang menghormati orang lainnya, tanpa memandang identitas suku, etnis, budaya, ideologi, agama, dan lainnya. Sekian dahulu, kami sambung di lain waktu. Panjang umur perjuangan!
Menangkan Pancasila.
Salam hangat untuk saudara kami, sebangsa, dan setanah air Indonesia dimanapun berada.