Peningkatan Kompetensi Penyuluh Kejawen

Salah satu elemen penting dalam proses pembelajaran adalah pendidik. Di dalam Permendikbud Nomor 27 tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME Pada Satuan Pendidikan dijelaskan, bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, pamong belajar, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Dalam konteks Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebutan lain untuk pendidik adalah penyuluh kepercayaan.
Melalui program peningkatan kompetensi tenaga kepercayaan dan tradisi yang dilaksanakan Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi sejak tahun 2016, hingga saat ini sudah tercatat 184 orang penyuluh (pendidik) kepercayaan. Mereka sebelumnya telah mengikuti serangkaian uji kompetensi penyuluh tingkat terampil dan mendapatkan sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Republik Indonesia. Dari jumlah itu 18 orang diantaranya telah berlisensi sebagai asesor.

Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud , Ir Drs Nono Adya Supriyatno MM. MT menyatakan,
penyuluh atau guru penghayat kepercayaan dituntut mempunyai kompetensi sesuai UU Ketenagakerajaan , memenuhi persyaratan tertentu, dan memiliki sertifikat.

“Mereka itu bukan guru abal-abal. Sebab, mereka memiliki kompetensi dan sertifikasi resmi. Untuk menambah tenaga penyuluh atau guru kepercayaan terhadap Tuhan YME, dilakukan peningkatan kompetensi dan bimbingan teknis (bimtek) di sejumlah kota di Indonesia,” katanya.

Sementara itu, Kasubdit Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kemendikbud , Syamsul Hadi mengatakan, materi penyuluh kepercayaan terhadap Tuhan YME kali ini, meliputi hubungan manusia dengan lingkungan, manusia dengan manusia, manusia dengan kemasyarakatan dan kebangsaan.

Selain itu, sejarah perkembangan kepercayaan Tuhan YME dan pesebarannya. Ditambah materi kebudayaan , martabat , seni karya dan kidung spiritual. Pusat kurikulum pendidikan dan kebudayaan pedagogi profesional dan sosial.

Ini sesuai amanah UU No 13 Tahun 2013 tentang Pendidikan nasional dan PP 48 Tahun 2004 tentang pendidikan tidak boleh diskriminatif, dan Permendikbud No 27 tahun 2016.

Di tempat yang sama, Presidium Majelsi Luhru Kepercayaan Terehadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Andri Hernandi , mengungkapkan, peranan MKLI terhadap Permendikbud No 27 Tahun 2016 dalam pasal 2 ayat 3 itu, ada kontribusi dari MLKI. Kompetensi inti disusun MLKI terkait layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan YME.

Namun demikian, kata Andri, yang perlu dibangun adalah infrastruktur mulai pemetaan distribusi penghayat, peserta didik berapa banyak , inventarisasi data, pemetaan pendidik atau guru, dan dipetakan antara peserta didik dan gurunya.

Persoalanya, konsep guru atau penyuluh kepercayaan itu mengacu UU guru dan dosen. Oleh karenanya, hal itu harus ada pendidikannya. Sedangkan, guru pendidikan kepercayaan belum ada.

“Penyuluh dituntut punya kompetensi. Makanya, MLKI bekerjasama dengan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME menyusun standard kompetensi khusus kepercayaan sesuai standar Kemenaker,” tukasnya.

Perihal nilai -nilai universal dari berbagai aliran kepercayaan diakomodasikan dan disajikan dalam satu buku pedoman yang sama. Ada cita cita penyuluh masuk pendidikan formal. Aliran yang masuk kepercayaan adalah Sapto Darmo di Jatim, aliran kebatinan perjalana di Jabar, Budidaya , Kapribaden, Sumarah, Kaweruh dan lainnya.

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com