Mengenal tentara Gurkha Dari Nepal Milisi Inggris

 

Pada awalnya hanya sekumpulan orang-orang dusun yang gila perang, namun pada akhirnya mampu membuat dunia terhenyak. Ya, ini adakah kisah tentang Gurkha, tentara bayaran paling berani, sangar, dan juga loyal yang pernah ada. Negara mana pun yang memakai jasa mereka, seakan sudah jaminan menang. Saking berprestasinya pasukan asal Nepal ini.

Awal munculnya Gurkha sendiri adalah sebagai buntut dari konfrontasi mereka dengan Inggris di tahun 1814. Ketika itu Britania mendeklarasikan perang terhadap Nepal lantaran sebuah sebab. Perang memang benar terjadi, namun tidak ada pemenang dalam konfrontasi itu. Inggris yang terkesan kemudian malah mengajak pasukan sangar ini untuk masuk ke dalam kesatuan mereka. Inilah awal mula lahirnya pasukan Gurkha yang terkenal itu.

Secara fisik sebenarnya pasukan Gurkha itu tidak jauh beda dari kita orang Indonesia. Posturnya cukup kecil dan tidak terlalu tinggi. Meskipun begitu, namun fisik yang kecil malah menjadi semacam keuntungan tersendiri buat mereka. Ya, kecepatan dan taktisnya mereka sangat unggul kalau dibandingkan orang-orang barat.

Fisik mungkin kecil, tapi mereka terlatih tanpa sadar. Tinggal di Nepal yang arealnya bergunung-gunung dan sangat ekstrem, memaksa mereka untuk beradaptasi. Hal tersebut akhirnya terbawa menjadi kebiasaan dan pada akhirnya malah memberikan keuntungan tersendiri.

Mereka dikenal sebagai kombatan yang gigih sejak ratusan tahun silam hingga Inggris memasukkan mereka ke dalam dinas militer dalam kesatuan khusus, seperti nama suku mereka sejak 1815.

Tak ada atribut persenjataan yang lebih identik dengan pasukan Gurkha selain Kukri. Senjata ini bentuknya adalah seperti pisau biasa. Namun ia memiliki bentuk yang melengkung ke depan. Pisau ini biasanya punya blade atau bagian tajam di kedua sisi, namun ada pula yang hanya di bagian yang melengkung saja.

Kukri sejatinya hanyalah pisau biasa. Namun ia bisa menjadi sangat mematikan lantaran pemakainya adalah pasukan Gurkha. Biasanya pisau ini digunakan seperti prinsip sniper. Ya, satu tebasan untuk satu nyawa.

Pisau ini konon juga sering diceritakan memiliki semacam klenik. Jadi, sebelum dipakai biasanya pasukan Gurkha akan menyayat tubuhnya sendiri, kemudian darah yang keluar dioleskan ke pisau kecil ini.

Hanya karena jadi serdadu dan dapat gaji alias uang dari pemerintah Inggris, seperti yang mereka inginkan, Gurkha sering dicap sebagai serdadu bayaran atau marcenary. Padahal mereka tidak berstatus sebagai kontraktor dalam Private Military Company (PMC) alias perusahaan tentara bayaran yang hanya dikontrak jika ada perang.

Alasan mereka bergabung tak lain uang yang dibutuhkan untuk menjamin kesejahteraan keluarga. Gaji per bulan serdadu-serdadu Gurkha itu paling rendah 1000 poundsterling (sekitar Rp16.350.950) dengan masa dinas minimum 15 tahun.

Angka itu akan meningkat seiring usia dinas dan naiknya pangkat. Sementara gaji yang diterima jika jadi anggota Gurkha Contingent paling rendah dalam kisaran 1000 dolar Singapura (sekitar Rp 9,5 juta). Ya, mereka juga ada yang berdinas untuk Singapora, tidak hanya untuk Inggris.

Selain kepada Singapura dan Inggris, ada juga orang-orang Gurkha yang dipekerjakan dalam kemiliteran India dan Nepal. Rata-rata gajinya jauh lebih rendah dibanding dengan Gurkha yang berdinas di militer Inggris dan Kepolisian Singapura.

“Tentara Gurkha bermacam-macam. Yang paling tinggi tingkatannya adalah yang bekerja di British Army, bayarannya selangit. Lalu tentara Singapura, seribuan dolar. Yang paling murah jadi tentara India, hanya 150 dolar. Lebih murah lagi adalah tentara kerajaan Nepal, nyaris gratis,” kata Agustinus Wibowo dalam bukunya Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan (2013) mengutip keterangan seorang porter di Nepal bernama Dipak.

Menurut John Parker dalam bukunya The Gurkhas: The Inside Story of the World’s Most Feared Soldiers (2005), sebanyak 200 ribu orang Gurkha telah berjuang dalam kemiliteran Inggris dan India. Termasuk dalam Perang Dunia I dan II, atau perang-perang lain yang melibatkan Inggris.

Termasuk dalam Perang Malvinas. Tentara Argentina disebut-sebut sangat berhati-hati jika bertemu pasukan Gurkha yang mereka anggap tangguh dan tak kenal ampun.

Setelah kemerdekaan India, Gurkha tak hanya jadi bagian militer Inggris saja di luar Nepal, India pun juga punya. Belakangan, dalam kemiliteran Inggris, pasukan dari Resimen Gurkha, yang kini masih mereka miliki, diberdayakan dalam pasukan penjaga perdamaian PBB. Mereka terlibat dalam operasi di negara-negara Balkan, Timor Leste, Sierra Leone, Afganistan dan Iraq.

Meski dianggap sebagai tentara tangguh dan pemberani, dalam situasi damai, orang-orang gunung ini adalah orang yang ramah.

“Gurkha memperoleh pujian tinggi karena ketenangan, efisien dan pembawaan bersahabat bagi kedua belah dua pihak. Kehadiran mereka di Syprus, membantu menenangkan situasi yang sangat berbahaya,” tulis E.D Smith dalam Britain’s Brigade of Gurkhas (1985).

Selain Nepal, Inggris dan India, yang menjadikan orang-orang Gurkha sebagai tentara, maka Singapura juga memberdayakan orang-orang Gurkha sebagai bagian dari kepolisian Singapura sejak 1949. Singapura punya Gurkha Contingent, sebuah pasukan paramiliter yang mirip Brigade Mobil (Brimob) di Indonesia.

Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew begitu takjub pada orang-orang gunung ini. Lee takjub ketika Singapura dalam kerusuhan etnis, di mana polisi dari etnis Melayu menyerang orang-orang Tionghoa dan sebaliknya polisi etnis Tionghoa menyerang orang-orang Melayu.

“Gurkha di sisi lain, netral, selain memiliki reputasi penuh disiplin dan setia,” aku Lee dalam autobiografinya, The Singapore Story: Memoirs of Lee Kuan Yew (1998).

Selain Singapura yang mantan jajahan Inggris, Indonesia yang jadi medan Perang Dunia II juga jadi daerah yang didatangi pasukan Gurkha. Tentu saja pasukan Gurkha yang datang pada 1945 itu jadi bagian dari Militer Inggris yang hendak melucuti tentara Jepang yang kalah perang.

Di Indonesia sendiri terjadi salah kaprah di kalangan pejuang terhadap Gurkha. Seorang serdadu Inggris non bule asal India yang biasa memakai tutup kepala (sorban atau ubel-ubel) pun dipukul rata dengan disebut Gurkha. Padahal militer Inggris non-kulit putih bukan hanya berisi Gurkha, juga terdiri dari orang India macam Punjab atau Sikh.

Tentara Gurkha biasa memakai topi militer biasa, ubel-ubel biasa dikenakan orang-orang Punjab atau Sikh. Salah kaprah ini terjadi dalam penulisan sejarah revolusi dan roman sejarah terkait revolusi.

Dikisahkan, dalam pertempuran Surabaya, pekik takbir terdengar di dua kubu. Des Alwi, anggota Pemuda Republik Indonesia (PRI), menceritakannya kepada Sukarno yang datang ke Surabaya pada 29 Oktober 1945.

“Terdapat pasukan Inggris yang selalu meneriakkan Allah Akbar ketika sedang bertempur. Tetapi kita tidak pernah tahu apakah mereka itu Muslim atau bukan,” kata Des Alwi dalam Pertempuran Surabaya November 1945.

Sukarno memerintahkan Des Alwi untuk menjelaskan kepada rakyat Surabaya bahwa Inggris membawa orang-orang Islam dari India bagian timur. “Sebagai sesama Muslim kita semua bersaudara, tidak boleh saling bunuh-membunuh dan diadu domba oleh kekuatan kolonial,” Sukarno mengingatkan. “Usahakan, ajak mereka bergabung dan membantu perjuangan kemerdekaan kita.”

Lepas dari salah kaprah tersebut, veteran angkatan 1945, R.H.A. Saleh mencatat dalam buku yang ditulisnya terkait Gurkha. “Mereka memiliki pekik tempur yang sangat ditakuti lawan, ‘Ayo Gurkhali’ yang artinya, ‘Gurka datang,” tulis RHA Saleh dalam bukunya Mari Bung, Rebut Kembali! (2000).

Tak hanya dalam revolusi 1945 saja, dalam konfrontasi Dwikora militer Indonesia bertemu lagi dengan Gurkha. Ketika itu Gurkha dikerahkan lagi oleh militer Inggris di Kalimantan.

Ya, pasukan bayaran yang melegenda ini ternyata pernah berhadapan dengan TNI. Ketika itu di tahun 60an, Bung Karno yang tersinggung dengan sikap Malaysia akhirnya menjawab ocehan negeri Jiran dengan menurunkan pasukan di perbatasan Kalimantan.

Awalnya ini hanyalah pertempuran Indonesia Malaysia, namun Inggris yang saat itu masih jadi tuan Malaysia akhirnya turun meladeni Indonesia.

Nah, dalam kesempatan inilah akhirnya TNI bertemu dengan Gurkha ditambah SAS milik Inggris. Tercatat ada dua kali serangan yang terjadi. TNI menang telak di serangan yang pertama dengan menewaskan 20 orang Gurkha. Namun di pertempuran kedua di Gunung Tepoi tentara kita menelan kekalahan menyakitkan. 24 orang TNI tewas kala itu.

Tentu saja Pemuda-pemuda Nepal yang jadi pasukan Gurkha itu sadar akan resiko peperangan. Mereka akan dikirim bahkan mati di belahan dunia lainnya untuk bertempur, setelah terpilih dan meninggalkan Negeri Atap Dunia yang menjadi kampung halaman.

Mereka memang siap mati. Baik untuk Inggris atau siapapun yang mempercayai mereka. Meski habis peluru, mereka siap habis-habisan dengan pisau komando mereka, kukri.

Subhan Mustagfirin

Jurnalis Citizen