Satrio Cetho Wadiningrat

Oleh : KH. Dhiyauddin Kushwandhi

Pengasuh Pesantren Luhur Sidoarjo

Seorang pesuluk dari perguruan Margi kintoko datang lalu bertanya

Duhai Sang Guru bagaimana seharusnya agar bisa sgr menggapai makrifat?

O ki sanak…Jawab Sang guru
Ketahuilah…

Menggapai ma’rifat (sastro cetho wadiningrat) itu

Bagai api mencari cahaya
bagai madu mencari manisnya
bagai bunga mencari harumnya

Atau bagai mencari barang yg tk pernah hilang

Meskipun tak pernah hilang,
dikejar malah semakin jauh
di gali malah semakin dalam
di panggil malah semakin sayup
di pandang semakin tak terlihat

Karna makrifat itu inti dari kesadaran hidup itu sendiri(roso sejati, sejatinng roso)

Bahkan
Hubunganmu dg Allah itu laksana
Cinncin dg emas
Gelas dg kaca atau
Paku dg besi.

Ia tak pernah terpisahkan dgmu
Ia sungguh lbh dekat denganmu dari siapa dan apapun

Ia ada di balik subyek prediket dan obyek pencarian ( aku, laku dan tuju)

Ia ada dipusat ruang waktu dan individuasi; (disini, dikini dan di aku ini)

Lalu bagaimana ? ? ?
Nggak usah di cari !

Negasikan saja segala ‘sesuatu'(syai’)selain Dia; maka dibalik itu semua, sebelum dan sesudahnya ITULAH DIA.

O kisanak
Itulah maksud dari puja sastra yg agung ini;

La ilaha illallah/la mashudan bihaqqiin ilallah =tiada yg nyata tersaksikan selain kehadiran Allah.