Chrisman Hadi, SH, MH: Kita Bukan Bangsa Tempe

 

Surabaya, Menaradinah.com-“Kalau aku mati, jangan cari jazatku diantara kubur orang orang mati. TapiCarilah di hati orang orang hidup”. Penggalan Puisi Jalaludin Rumi ini dicuplik Chrisman Hadi dalam acara Silaturahmi dan Diskusi Kebangsaan.

Chrisman Hadi, SH MH Ketua Dewan Kesenian Surabaya (DKS), dalam Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan menyongsong Sumpah Pemuda di Ruang Merah Putih Balai Pemuda Surabaya.

Menyongsong Sumpah Pemuda Dilihat dari Prespektif Seni, Budaya dan Bangsa Indonesia. Diselenggarakan KBRS (Kelompok Bambu Runcing Surabaya ) Perjuangan dengan Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Sabtu 12 Oktober 2019, digelar di ruang Merah Putih Balai Pemuda Surabaya.

Pada acara tersebut menghadirkan 3 pembicara dari lintas generasi diantaranya Seno Bagaskoro Ketua Aliansi Pelajar Surabaya, Agnes Santoso Pressenter SBO TV dan Chrisman Hadi Ketua Dewan Kesenian Surabaya yang juga dikenal sebagai Advokad di kota Pahlawan.

Tiga pembicara ini, menyampaikan pokok -pokok pikiran yang cukup menarik untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari hari.

Chrisman Hadi misalnya, dia lebih banyak menggugah kita untuk lebih jauh memandang proses sejarah kehidupan bangsa sejak massa penjajahan. Menurutnya, hingga saat ini banyak terjadi kesalahan persepsi tentang berapa lama sebenarnya bangsa ini dijajah oleh Belanda ? Tanpa sadar lewat politik kebudayaan kolonial, bangsa ini dikerdilkan secara sistematis. Dibilang terjajah selama 3,5 Abad oleh pemerintah kolonial Belanda .Padahal tahun 1825 sampai 1830 ada perang Diponegoro bahkan sampai awal abad 19 pun masih ada perlawanan semesta: Ada perang Aceh, Perang perlawanan raja-raja Bali. Perang Aceh, Perlawanan Batak, Perang Ternate Tidore dan sebagainya. Jadi sampai pada awal abad 19 Nusantara belum benar2 bisa ditaklukkan oleh pemerintahan kolonial Belanda.Jadi perspektif secara yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia dijajah selama 3,5 Abad adalah langkah masif politik kebudayaan untuk mengkerdilkan bangsa Nusantara agar percaya bahwa Nusantara adalah bangsa tempe.

“Bahkan guru-guru sejarah di sekolah jarang yang memahami hal ini hingga terus terusan membeo bahwa Indonesia dijajah selama 3,5 Abad,” tutur Chrisman Hadi menyesalkan.

Merenungi itu, seakan bangsa ini begitu bodoh dan rendahnya hingga dijajah oleh bangsa yang luas wilayahnya tidak sampai separuhnya pulau Jawa. Bahkan kalau kita melihat sejarah Majapahit waktu itu mampu melebarkan wilayahnya sampai Madagaskar. Atau mencapai sepertiga dunia.
“Maka harapan kami, perlu adanya pencerahan terhadap pengertian kita dijajah oleh Belanda tidak sampai pada hitungan 3,5 abad. Karena pada masa itu banyak perlawanan kerajaan kerajaan di Nusantara,” lanjutnya.

Berbicara masalah Sumpah Pemuda, telah terjadi sejak jaman kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh Mahapatih Gajah Mada, dikenal Sumpah Amukti Palapa. Yang melahirkan semangat “Bhineka Tumggal Ika, Tanhana Dharma Mangrua”.

Kemudian menyusul tanggal 28 Oktober 1928 terjadi Sumpah Pemuda. Menyaksikan kenyataan itu, lanjut Chrisman Hadi, bangsa ini tidak serendah itu dan dia meminjam istilah Bung Karno, bangsa ini bukan “bangsa tempe”.

Generasi Milenial
Dua pembicara lainnya Seno Bagaskoro dan Agnes Santoso , lebih banyak berbicara peran pemuda saat ini.

Menurut Seno Bagaskoro, Ketua Aliansi Pelajar Surabaya misalnya, saat ini generasi muda terjadi kegamangan apakah Pancasila, Sumpah Pemuda dan seterusnya itu masih bisa menjadi tuntunan ideologi atau perilaku bagi generasi muda untuk masa 5 sampai 10 tahun mendatang ?

Menurutnya, Pancasila, semangat Sumpah Pemuda dan lainnya itu masih sangat aktual untuk generasi muda saat ini. Tetapi pengertrapannya, tidak terbatas pada buku dan bentuk tulisan, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk perilaku dengan gaya dan metode generasi saat ini.

“Saat ini, saya pun kawatir apabila bentuk Pancasila, semangat Sumpah Pemuda tidak lagi menjadi pilihan perilaku generasi muda, bisa jadi generasi saat ini kemudian hari bisa kehilangan rasa ke Indonesiannya.

Agnes Santoso, karena profesinya, membuat membuat setiap harinya berinteraksi dengan berbagai tokoh membenarkan, bahwa generasi milenial saat ini, lagi berjuang untuk menentukan masa depannya dalam kurun waktu 5, 10 hingga 20 tahun mendatang.

Karena mereka menyaksikan kenyataan, betapa luar biasanya generasi yang menentukan kebijakan, saat ini dinilai belum bisa menjadi mewadahi kepentingan generasi milenial hingga 20 tahun mendatang.

“Dengan kesadaran luar biasa, generasi milenial saat ini ingin melakukan perubahan, terbukti banyak anak muda terjun menjadi politisi. Tetapi kehadirannya apakah lantas ujug ujug bisa melakukan perubahan dari dalam lingkaran itu ? Jawabnya Kita rasakan sendiri saat ini,” tegas Agnes Santoso.

UdikJurnalis Sitizen MM.com